Tentang ikhlas adalah sebuah pelajaran dengan bab-bab yang tidak pernah aku temukan akhirnya. Jika ikhlas serupa samudra, perahu seperti apa yang mampu mengarunginya dengan tenang? aku yang tengah hancur menunggu di ujung dermaga untuk diselamatkan dari duka dan air mata. Namun sayang, harus berapa tahun aku menunggu? ikhlas tidak pernah menjemputku untuk lega.
Barangkali, ikhlas adalah serupa angin dengan hembusan pelan yang menyegarkan. Kehadirannya tidak terduga sebab hanya kebaikan Tuhan yang mampu menciptakannya. Barangkali, ikhlas adalah sebuah perjalanan panjang dengan akhir yang hanya mampu dicapai oleh mereka yang paling lapang hatinya. Sebab ternyata manusia sepertiku sangat sulit untuk berdamai dengan keadaan menyesakan.
Dalam hidup yang panjang ini, aku tidak peranh dengan bentuk ikhlas yang sesungguhnya. Setiap dihadapkan dengan sebuh kehilangan, tidak peranh ada yang benar-benar mampu memeluk rasa sedihku. Kehilangan menghadirkan luka-luka yang sulit untuk disembuhkan, sekalipun aku meminta kepada Tuhan agar lukaku digantikan dengan kebahagiaan yang berwarna. Meski telah banyak yang ku minta kepada Tuhan, ternyata duka akibat kehilangan tidak mudah hilang. Aku selalu merasa tidak layak untuk memiliki hal-hal indah, hingga setiap waktu bagiku adalah badai yang tidak pernah selesai.
Katanya hidup harus selalu berjalan ke depan. Aku memang masih hidup sampai hari ini (tidak tahu kalau besok?) meski banyak rasa yang telah mati di hatiku. Aku masih bisa tertawa sampai hari ini, meski hanya sekedar basa basi agar semesta dan isinya tidak terlalu khawatir melihatku yang getir. Sampai hari ini, perjalanan ikhlasku belum sampai di dermaga manapun. Ia masih berlayar melawan sepi, dan terkadang ia hilang di telan malam-malam.