Inilah momen yang sudah ku nanti-nantikan selama bertahun-tahun, sebuah fantasi yang sudah kumainkan dalam pikiranku ratusan bahkan ribuan kali: aku mendengarmu bersama perempuan lain.
Baru-baru ini aku mendengarmu bersama perempuan lain. Kenyataannya,
mungkin kabar itu sedikit mengganggu dalam kepalaku, tapi di sisi lain kabar
itu cukup menjadi alasan untuk aku tidak lagi harus memikirkanmu.
Sungguh ironis bahwa sesuatu yang aku takutkan di masa lalu
justru menjadi hal yang melumpuhkanku saat akhirnya datang.
Ketika aku berhenti terobsesi padamu, ketika aku berhenti
merasa hampa dan mati rasa setiap kali kenangan tentangmu muncul, kabar itu
datang pada Sabtu malam yang acak.
Kalau di ingat-ingat lagi, sebetulnya aku benci betapa
acuhnya hal ini kepadamu, dulu berkali-kali permintaan maaf yang asal-asalan
atas kekurangdewasaanmu yang menutup pintu untukku tanpa peringatan apa pun dan
tidak pernah berbicara padaku selama bertahun-tahun. Kau bahkan membenciku pada
waktu itu. Perdebatan yang tidak ada habisnya, aku yang semakin tersakiti, dan
kau juga. Kita, sama-sama sakit.
Aku benci kau membuatku tak berdaya selain menangis saat aku
tidur lebih awal dari biasanya hanya untuk meringkuk dalam kepompong di bawah
selimut dan menangis sejadi-jadinya.
Aku benci betapa seringnya aku mencarimu dalam diam. Betapa
seringnya aku mendapati diriku berharap kau juga memikirkanku, tetapi kau tak
melakukannya.
Dan itulah bagian tersulitnya, kan? Ketika orang yang kau
dambakan baik-baik saja tanpamu. Ketika ketidakhadiran yang menghantui
malam-malammu bahkan tak terasa di malam-malam mereka.
Selama bertahun-tahun, aku yakin bahwa semuanya adalah
kesalahanku, bahwa akulah yang meminta terlalu banyak dan akulah yang harus
disalahkan karena mengacaukan semuanya.
Mungkin seharusnya aku tidak memberitahumu betapa
kuatnya perasaanku terhadapmu, maafkan aku karena telah membuatmu takut karena
berkata jujur.
Mungkin seharusnya aku tidak menunjukkan terlalu
banyak cinta pada seseorang yang bukan milikku sejak awal, aku merasa sangat
bersalah, sepanjang waktu.
Mungkin terlalu berlebihan mengharapkan penjelasan
apapun darimu,pada waktu itu, kamu tidak berutang apa pun padaku, bukan?
Ini salahku karena membiarkanmu mempengaruhiku karena
seharusnya aku lebih kuat dari itu.
Hari berganti bulan, berganti tahun, narasi bahwa akulah
yang harus disalahkan dan tak heran kau pergi begitu saja. Aku tak lagi
mengejar penjelasan karena aku yakin aku tak pantas mendapatkannya, dan karena
aku membaca begitu banyak buku pengembangan diri yang mengatakan bahwa kita tak
perlu melanjutkan hidup.
Jadi, aku melanjutkan hidupku. Sedikit demi sedikit, aku
mulai menemukan kembali diriku.
Pada tahun-tahun itu, aku belajar banyak hal. Lima tahun menunggumu, itu waktu yang bukan sebentar menurutku. Aku belajar banyak dari tahun-tahun itu, aku bahkan belajar tentang diriku sendiri, tentang cinta yang memang tidak bisa untuk dipaksakan. Setelah ku pikir-pikir pengalaman hidupku lima tahun kebelakang semua bertujuan untuk berlari ke arahmu. Seperti halnya teman-teman baruku sekarang, yang di mana itu adalah temanmu juga. Aku mengenali mereka tanpa sengaja ketika aku mencarimu. Aku bersyukur karenamu, banyak pelajaran-pelajaran penting yang membuatku bisa berpikir seperti hari ini. Mungkin Tuhan mentakdirkan kita cukup sebatas itu. Seperti halnya yang pernah kau bilang “kita cuma bisa jadi teman.” Sampai pada hari ini ternyata perkataanmu itu benar. Aku tidak ada hak untuk seperti dulu lagi. Pada siapapun nanti akhirnya, aku selalu berdo’a yang terbaik untukmu.
Selamat ulang tahun.




