Akan ku ceritakan seperti apa kau dimataku, hingga ku namakan kau "dunia".

Enter Slide 1 Title Here

Enter Slide 2 Title Here

Enter Slide 3 Title Here

Rabu, 22 Mei 2024

It cannot be more simple than it is — with life comes all these rapid changes pretty unexpectedly, whether it greets you loudly or tries to hide until you notice it approaching. These changes, while they come and go, can impact more than just yourself, and sooner than later you’ll find your entire surroundings shifting with you as you go.

I have talked about change in many perspectives, the inevitable changes, the ones you can deny but I never really considered the changes around me, not centered around myself but rather my loved ones. I have been around certain people for longer than I can remember, and I never imagined a course of life that might be temporary with them for I have always wanted them near.

When I think about my friends and how much we’ve changed both individually and together, I think of all the memories we promised we’d relive someday, one day when life is less busy and somehow more still and quiet. Some got jobs, some got engaged, and others got opportunities that lie elsewhere, somewhere not near but rather 3000 miles away.

You can understand something even if you can’t relate: those who get jealous of their friend’s accomplishments, no matter how big or small, always stem from a certain insecurity. It can be that they wish they would be in their place, to achieve what they couldn’t. These friends don’t wish you the best for they want the best for themselves.

What I can’t understand but relate to though, is how my friends make me the proudest for how successful and amazing they set themselves out to be. They have embarked on journeys of which I only dreamed of, and so I feel somewhat negative, that I couldn’t be as great as them. I find myself drowning in thoughts that have not just consumed me, but are the skin that I live in.

Knowledge is a big part of me, I know these feelings stem from closed doors and missed opportunities that were just not my call to take. Yet, with so much knowledge, I refute the misjudgments and cheer for my friends for I feel so proud to call them my loved ones, I just wonder if they are as proud of me.

I shoulder many burdens that life has gifted me — wrapped in blue, curled ribbons, wrapped in perfectly cut wrapping paper, somewhat picturesque. I carry these worries in commonality with those around me and those who aren’t. The art of overthinking is something I believe, unfortunately, has been mastered by many.

I imagine my successes are very different from others: my stories, my goals, and even the steps to achieve them. I never imagined what it would be like to feel unequal to those you love, even for a millisecond.

How to rid myself of these thoughts is something I’ve pondered about for a while, and with math equations, it’s clear-cut: 1+1=2. With irrational, and overwhelming thinking, it is more tangled. I promised myself to untangle it to avoid hurting myself, to not unintentionally hurt those that I love.

As humans, we are deemed to live life as differently as possible, for if we all lived the same story, we wouldn’t be promised greatness at all. Imagine the similar stories, the monotonous daily lives, how dull would it be to not cry sometimes and to choose to pick yourself up rather than succumb to your stressful thoughts about what life didn’t gift you?

I will cheer on their success as they cheer on mine, even if the voice in my head gets a little too loud sometimes, for I have also achieved many of what they couldn't. The greatness we carry lie in the way we respond to other’s successes, for we fail to acknowledge that this life is not promised for us the way that we desire, but rather within the capability of which we can maintain. I might not be the person that I am today if I were to achieve every goal I ever dreamt of, and so I understand why I haven’t, why my loved ones did. Our stories, no matter how desired by others and not necessarily by ourselves, are still our greatest story to tell, how we lived a life so spontaneously that we mastered many arts, even the ones we didn’t want, but might have needed without truly realizing it. I promised my loved ones my support and myself the many years of joy to come, without breaking parts of myself trying to redeem for things I cannot have. My art is the love I have for old souls and the many thoughts I carry, even the confusing ones that leave me weary.

 

Selasa, 21 Mei 2024

Idealistic mind can’t even help them.
Being an idealist is the only way to keep us alive, we’re already lost everything in life.
Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa sebagian dari kita telah memenangkan segala hal dalam kehidupan. Nyatanya, hal yang kita inginkan untuk mampir ke diri ini saja pun enggan.
Aku telah berupaya menggapai impian tersebut hingga mati-matian. Namun, hasilnya berujung membuat diriku tidak karuan.
Sementara, mereka sibuk mencari celah dari diri ini agar dapat disiksa. Padahal, sudah tidak ada lagi yang tersisa.
Aku sudah muak dengan segala kekalahan yang terjadi, hingga akhirnya diri ini memutuskan untuk sekedar berfantasi.
Bagi mereka, menjadi sosok yang realistis itu lebih baik daripada seorang idealis. Padahal, keduanya sama-sama disoraki, “Miris!”.
Seharusnya mereka mengerti, bahwa dunia ini tidak ada bedanya dengan ladang mimpi.
Aku coba merangkai skenario terbaik tentang rupa dunia yang kudambakan agar terwujud, namun skenario tersebut berujung tidak henti-hentinya kurajut.
Rasanya indah, berandai-andai tentang dunia yang ideal. Meskipun, satu-satunya hal yang terus diri ini lakukan hanyalah menyangkal.
Aku terus membohongi diri dengan bermain bersama isi kepala sendiri. Meskipun, diri ini tahu bahwa aku sudah kalah dari segala sisi.
Aku sudah kalah berkali-kali dalam kehidupan, jadi biarkan diri ini terjebak dalam pikiran.
Tidak ada yang lebih menyakitkan, dibanding dengan terjebak dalam dunia yang diciptakan sendirian.
Namun, nyatanya aku sudah kalah pula dalam pikiranku sendiri. Sehingga, akan kubiarkan diri ini mati dan menyendiri.
 

People used to define “Love” as something that deeply connected two humans in a way that ineffable. It’s like a sacred connection. A kind of connection that only requires God’s approval.

People used to describe the feeling of “Love” as if it’s beyond everythingMagical, heavenly, surreal. The kind of feeling you will get when you’re lying in the midst of a flower garden with rain-scented ground.

“Love” used to live through the narrative such as,

“The moon is beautiful, isn’t it ?”

“In a room full of art, I would still stare at you.”

“To die by your side is such a heavenly way to die.”

“I have late night conversations with the moon, he tells me about the sun and I tell him about you.”

“I pray for you.”

It’s not the same anymore. People tainted the concept of love by cheating on their partner, lying to them, even worse that some people made them as a Plan B. The whole idea of “Love” that people used to know is just vanished in the blink of an eye.

These days, people tend to associate the term of “Love” with lust, obsessive, power to abuse the other. It’s saddening, to realize that the young generation might not have the chance to experience the genuine version of “Love”.

I used to live several chapters of life where there’s still a fine line between love and lust. But now, it’s nowhere near the term “sacred”. It’s not a new sight to see some people choose not to marry or prefer to be alone all their life.

Mankind yearns for love where it’s still pure as an innocent child, delicate as a falling snow in December, warm like a coast breeze, and looks picturesque like the moon on a summer night.

Being an idealist as always in this realistic world, I believe that some of us are still on searching for true love and so am I. What a relieve that some people still put their faith on it. It’s proof that the existence of “Love” is worth holding on to.

I do hope that somewhere in this fast evolving world, there’s still a place for love to bloom. I hope that love thrives and lives the way it should be. I do believe, there’s still a chance.

I hope the presence of long-lost true love makes an appearance and leads us to the place where we should be.

  

Minggu, 03 Maret 2024

 Mungkin aku sendiri sumber masalahnya, kalau kata mbak Taylor sih begitu?

 (dan itu tidak apa-apa)

Seni mengakui kesalahan itu adalah sesuatu yang tidak semua orang bisa lakukan. 

Dan menyadari bahwa diri sendiri adalah "sumber masalahnya", mungkin memang benar.

Dan itu tidak apa-apa.

Mungkin benar, 

"mungkin dia toxic, tapi kamu juga racun."

"barangkali mereka membencimu, tapi kamu memang menyebalkan."

"ya mungkin juga mereka tidak peduli denganmu, tapi kapan kamu memedulikan mereka?"

Menyadari diri sendiri adalah sumber masalahnya jangan menjadikan kamu pribadi yang pada akhirnya "menyalahkan diri sendiri."

TIDAK.

Justru di sanalah bentuk kedewasaanmu;

MENERIMA BAHWA DIRI INI PENUH SALAH DAN TIDAK SEMPURNA.

Semua orang adalah sumber masalah.

Semua orang pasti pernah salah.

Dan itu adalah bukti, bahwa kita hidup dan menjalani hidup.

Bukan tugasmu menyenangkan semua orang. (dan itu juga tidak mungkin)

Terkadang dalam hidup, kita dengan sadar ingin mencapai banyak hal, dan berusaha semaksimal mungkin agar semua ini akan baik bagi semua pihak. 

Tapi, tidak. Realitanya, bukan tugasmu menyenangkan dan membahagiakan semua orang. 

Akan selalu ada penolakan,

Akan selalu ada perdebatan,

Akan selalu ada kesedihan,

Akan selalu ada kekecewaan,

Akan selalu ada perpisahan.

Dan itulah kehidupan.

Minggu, 21 Januari 2024

Tentang ikhlas adalah sebuah pelajaran dengan bab-bab yang tidak pernah aku temukan akhirnya. Jika ikhlas serupa samudra, perahu seperti apa yang mampu mengarunginya dengan tenang? aku yang tengah hancur menunggu di ujung dermaga untuk diselamatkan dari duka dan air mata. Namun sayang, harus berapa tahun aku menunggu? ikhlas tidak pernah menjemputku untuk lega. 

Barangkali, ikhlas adalah serupa angin dengan hembusan pelan yang menyegarkan. Kehadirannya tidak terduga sebab hanya kebaikan Tuhan yang mampu menciptakannya. Barangkali, ikhlas adalah sebuah perjalanan panjang dengan akhir yang hanya mampu dicapai oleh mereka yang paling lapang hatinya. Sebab ternyata manusia sepertiku sangat sulit untuk berdamai dengan keadaan menyesakan.

Dalam hidup yang panjang ini, aku tidak peranh dengan bentuk ikhlas yang sesungguhnya. Setiap dihadapkan dengan sebuh kehilangan, tidak peranh ada yang benar-benar mampu memeluk rasa sedihku. Kehilangan menghadirkan luka-luka yang sulit untuk disembuhkan, sekalipun aku meminta kepada Tuhan agar lukaku digantikan dengan kebahagiaan yang berwarna. Meski telah banyak yang ku minta kepada Tuhan, ternyata duka akibat kehilangan tidak mudah hilang. Aku selalu merasa tidak layak untuk memiliki hal-hal indah, hingga setiap waktu bagiku adalah badai yang tidak pernah selesai.

Katanya hidup harus selalu berjalan ke depan. Aku memang masih hidup sampai hari ini (tidak tahu kalau besok?) meski banyak rasa yang telah mati di hatiku. Aku masih bisa tertawa sampai hari ini, meski hanya sekedar basa basi agar semesta dan isinya tidak terlalu khawatir melihatku yang getir. Sampai hari ini, perjalanan ikhlasku belum sampai di dermaga manapun. Ia masih berlayar melawan sepi, dan terkadang ia hilang di telan malam-malam. 

 we're just the end of a sentence

a lingering question

what do i do with my self when you're gone?

we're just the end of a moment

an old kind of notion 

a cadence of words laying out on the lown

so how are you still the focus?

in all the commotion?

there's barely a line

but i'm still hanging on.


Rabu, 25 Oktober 2023

Suatu waktu aku bilang sama diriku sendiri kalau aku emang gak akan pernah bisa minta sama dunia untuk kasih semua yang aku mau, ya karena bukan cuma aku yang hidup di bumi. Ada banyak orang yang mungkin mengalami kesedihan yang sama kaya aku, jadi untuk kali ini aku atau kamu gak perlu merasa kesepian bahwa kesedihan yang kita rasakan adalah hal yang masuk akal karena setiap orang juga mendapatkan kesedihan yang sama bentuknya kayak hadiah yang kita terima tanpa perlu kita minta. Butuh waktu lama untuk memahami dan menyadari kalau menunjukkan kesedihanku kepada dunia bukan berarti aku membiarkan semua orang tahu tentang kelemahan-kelemahanku ketika aku sama kamu. Karena ketika aku menunggu mu aku tahu lebih banyak tahu tentang kesedihan. Itulah yang membuat kesedihan ini terasa seperti kesalahan padahal mungkin aku berhak mendapatkannya, aku berhak merasa sedih. Itu udah jadi hak aku untuk melakukan peranku sebagai manusia yang punya perasaan yang tidak bisa mengendalikan semua hal dan itu normal, itu masuk akal. Kamu yang memilih untuk mengasingkan diri kamu dari dunia ini, kamu yang mengunci diri kamu sendiri di dalam ruangan itu bukan karena dunia terlalu jahat sama kamu, tapi kamu yang memilih itu buat diri kamu sendiri, kamu memilih untuk disia-siakan dan karena kamu udah enggak ada di sini lagi karena aku tahun bahwa aku enggak bisa selamanya terjebak dengan sesuatu tentang kamu. Sekarang, aku memilih untuk memaafkan semuanya, aku memaafkan waktu-waktu yang telah  ku biarkan begitu saja karena nunggu kamu. Aku memaafkan perjalanan-perjalanan yang telah ku batalkan karena aku nungguin kamu. Aku memaafkan mimpi-mimpi yang aku tunda karena lagi-lagi aku nungguin kamu. Aku bahkan memaafkan hidupku yang berantakan karena menunggu kamu. Iya, aku memaafkan semua penantian itu bukan karena kamu memutuskan untuk enggak pulang, bukan karena aku gak bisa memiliki kamu pada akhirnya, bukan karena aku baik-baik saja sekarang, bukan karena aku bisa melanjutkan perjalananku begitu saja, bukan juga karena semua perasaan ini berakhir karena kita berdua pun tahun kalau itu enggak akan semudah itu. Aku memaafkan semuanya karena aku tahu yang terpenting saat ini Cuma diriku sendiri. Aku ingin memulai lagi dari awal dengan diriku. Aku ingin belajar lebih banyak tentang banyak perasaan yang selama ini enggak pernah bisa aku ngerti, aku ingin lebih memahami. Aku ingin lebih mendengarkan orang lain, hal-hal baik yang biasanya aku hindarin waktu dulu. Ya walapun aku enggak bisa bohong walau terkadang aku masih keinget kamu di beberapa momen, dan untuk beberapa pelajaran yang baru aku ngerti sekarang ternyata itu semua enggak apa-apa karena seperti yang aku katakan bahwa aku manusia yang enggak bisa mengendalikan semuanya. Dan aku memutuskan untuk lebih lama tetap hidup.


Selasa, 09 mei 2023

Senin, 21 Agustus 2023

setiap hari akan ada yang berpulang. aku melihat itu di lingkunganku, teman, orang tua teman, saudara teman dan lain-lain, mereka telah berpulang serta tangisan dan penyesalan berlarian mengikuti, betapa sakitnya ditinggal oleh orang penting dalam hidupnya. kemudian aku melihat diriku sendiri di dalam genangan air maupun kaca, adakah orang yang seperti itu di kehidupanku? aku tidak meminta seseorang menangisiku ketika aku berpulang nantinya, tetapi adakah orang yang akan seperti itu di kehidupanku? salah satu ketakutan terbesarku adalah tidak dicintai ketika aku berpulang untuk selamanya. 

Selasa, 30 Mei 2023

Tiga april dua ribu dua tiga, dua puluh tujuh tahun lalu aku lagi nangis-nangisnya, gak kerasa ternyata aku bisa sampai di detik ini, padahal setiap hari banyak keluhan dan rasanya gak sanggup buat jalanin hari selanjutnya tapi taunya tetep di jalanin. Karena aku percaya Tuhan ga mungkin ngasih suatu hal yang berat kalau hambaNya gak bisa melampui. Ya, aku bisa meskipun sambil nangis-nangis, ngedumel, dan selalu berniat pengen ngeakhirin ini semua soalnya emang sedih banget. Kayak aku selalu rasain itu sendiri, gak bisa cerita ke orang lain karena orang lain itu nganggep aku kuat dan mandiri. Padahal aku rapuh banget, suwer deh. Aku gak punya semangat selain dari diri aku sendiri. Aku bukan orang yang bisa cerita bebas dengan siapa aja bahkan dengan keluarga pun aku jarang cerita, mereka taunya aku baik-baik saja selayaknya anak yang harus nurut dengan keinginan mereka. Aku juga gabisa untuk cerita ke temen, aku bercerita tapi hanya dengan satu orang teman aja ga lebih dan dia udah tau aku sampe akar-akarnya. Dipikir-pikir tahun-tahun kemarin ngelampuin semua sendiri, kok bisa banget ya aku? Soal kerjaan yang terus-terusan dateng tanpa jeda dalam 12 bulan di setiap tahun, apalagi soal asmara yang terus-terusan juga di bantai bertepuk sebelah tangan. Kadang narsis muji diri sendiri, kadang juga ga tahan sama semua ini kok harus aku yang ngalaminnya? Tapi makin dewasa bener-bener makin keras ternyata, aku gatau nanti bakalan sanggup atau engga, semoga bisa dan sanggup karena ada beberapa orang yang harus ku bahagiakan. Tapi kadang pengen ngeudahin kewajiban menafkahi diri sendiri, karena cape banget bener-bener kerasa di umur yang sekarang ini. Dulu perasaan engga deh? Dulu asik-asik aja kalau ada kerjaan yang terus-terusan ngalir, sekarang lebih pengennya kerjaan sedikit, tentram, tidak dibawa ke rumah, damai, udah. Tapi harapan itu musnah sudah, mana bisa aku santai gak mikirin kerjaan setiap hari? weekend apalagi weekday, tengah malam pun mereka mereka semua seenaknya ngasih kerjaan bikin kepalaku overthinking dan tidak tenang. Dinikmati banget dan aku syukuri, kalau gak gitu aku gakbisa juga hidup, banyak hal-hal pusing berarti tandanya masih hidup bukan? Tapi ada satu yang paling ku syukuri selalu di tahun ini, asmaraku sekarang menemukan titik dimana hal yang mungkin sebelumnya aku gak pernah bepikir itu tapi terjadi! Ya! Dia orang yang jadi pusat duniaku selama empat tahun ini! Dia berjalan ke arahku perlahan, dan aku senang! Berkali-kali memastikan apa ini halu? Mimpi? Karena kerjaaanku sebelaga dan aku berpikir yang aneh-aneh? Engga! Ini nyata!!!! Dia ada dia nyata, aku bisa menyentuh mukanya, aku bisa membelai rambutnya, aku bisa memegang tangannya dan aku bisa memeluknya. Ini diluar dugaan, orang yang selama ini sulit aku gapai, dia ada dia memegang tanganku. Beban yang berat di setiap harinya itu memudar, aku bisa dengar ceritanya setiap hari, atau aku bercerita, bikin seluruh beban dalam hidupku seakan ga ada aja. Kayak di waktu, pagi sampai sore bebanku bertumpuk dan ketika menuju malam hari beban itu seakan larut. Terimakasih yaAllah, engkau tau apa yang hambaMu butuhkan. Gak pernah sedikitpun perasaan ini memudar dari tahun pertama sampai hari ini aku menulis, perasaan yang selalu bertambah, aku mencintainya aku menyayanginya selalu.

Jumat, 10 Maret 2023

you will always be my fist love. not like the first person i liked or the one who took, but my first strong feeling. i knew from the moment i met you that my heart belongs to you. you got the best of me, and i will never regret loving you. even if we can't be together, i will love you in this life and in another one. 

Rabu, 08 Maret 2023


Aku mencintaimu dari saat itu, sekarang dan mungkin nanti.

Aku yang banyak takut dan perbincangan kita yang sedikit.

Api unggun, terang bulan, malam, udara dingin, lagu-lagu 2000 an dan jaket denim yang kukenakan tidak meredakan dingin

Pembincaraan yang melantur dari salah satu teman membuat mata kita beberapa kali bertemu

sedekat itu tapi tidak ada keberanian  untuk sekedar tidak sengaja melihatmu, sungguh tidak mampu, aku payah

cintaku yang besar dan ketidak mampuan untuk menyatakan dan memperlihatkan, cukup untuk kamu rasakan, kau merasakan, kan?

Kalau diberi kesempatan mungkin akan aku nyatakan perasaan setiap hari tanpa jeda sejak seribu empat ratus enam pulu hari lalu, tapi kau banyak perginya dan aku banyak mencarinya.

aku suka perhatian kecil itu, cara bicaramu tentang aku yang sering pergi main dan hal lain, aku suka.

kepada radio, tape, kaset pita dan lagu-lagu jadul yang lain, aku mencintainya.

Popular Posts

Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar Blog Saya

RM

Mengenai Saya

Foto saya
Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia

Hallo

the art of overthinking

It cannot be more simple than it is — with life comes all these rapid changes pretty unexpectedly, whether it greets you loudly or tries to ...

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

About