18 November 2015
Hari nekad. Hari ter-nekad. Hari dimana
rasa malu nur kayaknya hilang.
17 November 2015
Pulang kerja tiba-tiba di kagetkan dgn
pemberitahuan bahwa hari ini hari spesial untuk ER !
Langsunglah nur panik sendiri. Entahlah segala
seuatu pasti di bikin panik dan di bikin pikiran.
Malam itu aku menghubungi teman sekelasnya aku
minta bantuan, tetapi dia menolak karena alasannya “sibuk ujikom” ujarnya.
Lalu, aku mati-matian berpikir membuat konsep yang bagus untuk acara besok.
Dari mulai aku menyelundup ke sekolahnya
memakai seragam putih abu, belusukan ke rumahnya dan sampai pada titik akhir
aku berpikir “mengapa aku panik seperti ini? Habis-habisan membuat konsep untuk
dia, dia? Dia siapamya aku? Jelas-jelas dia sudah hilang menghilang begitu saja
meninggalkanku, pesan terakhir dariku saja tak dia gubris, lalu apa untuk apa
aku seperti ini?”
Sampai
akhirnya aku memikirkan kata-kata itu hingga terlelap tidur. Entahlah kata-kata
itu seperti menghantuiku, aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Terlebih lagi aku
malah memimpikan orang masalalunya.
Seperempat malam aku terbangun kembali. Mengingat kembali kata-kataku. Sungguh,
hati dan logika pada saat itu tak karuan! Ingin sekali rasanya aku menjadi
orang yang tak peduli, membodoamatkan semua, tapi itu sangat sulit.
Dan ke
esekokan harinya pun tiba. Dimana pagi hari seperti biasa aku melakukan
kerutinanku untuk bekerja, sebisa mungkin ketika di tempat kerja tak mau
memikirkan apapun selain dari pada pekerjaaanku. Pagi sekali aku sudah mulai menghidupkan
komputerku, mengerjakan semua tugas-tugasku. Dan tak terasa ketika bel berbunyi
aku teringat dan kebingungan lagi.
“apakah
aku harus kesana untuk mengantarkan kue dan mengucapkan selamat?”
“nanti
jika dia tak merespon bagaimana? Itu sama saja menjerumuskan hati pada
kesakitan lagi”
“tapi
aku belum tau bagaimana respon dia ketika kita bertemu langsung”
Dan
sudahlah kebingungan muncul hingga suhu tubuh ku panas. Bertanya pada semua
orang di tempat kantorku, tapi mereka malah kebingungan juga.
Dan
aku berpikir dgn keras kembali, “IYA ATAU TIDAK?”
“ah
tak kan ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah aku memberikan kue dan
mngucapkan selamat kepadanya karna itu sudah Allah yang atur dan tak ada yang
mengetahui nya apalagi menebak-nebak”
“dari
pada mati penasaran, lebih baik mencoba dulu”
“untuk
hasil akhir nya, kekecewaan atau bahagia yang akan ku dapat biar semua menjadi
Rahasia Allah”
“Sabarlah
wahai hati, tabahlah wahai hatiiii”
Dan
berangkatlah aku ke salah satu toko kue dan memilah-memilah kue. Aku kebingungan ketika mencari kue, kue apa
yang cocok untuk dia. Aku bertanya pada salah satu pegawai toko kue tersebut
“mba bisa buat kue sesuai pesanan aku?”
“bisa mba”
“oh yaudah mba, aku pengen cupcakes aja ya mba
ada logo-logo persib dan bola”
“untuk berapa hari mba?”
“sekarang mba, kalo bisa setengah jam harus
selesai”
“wah kalo skrg gabisa, harus pesan 2 hari
sebelumnya”
“logo aja mba, atau gambar bola aja gitu masa
gabisa hari ini?”
“iya gabisa mba, harus pesan dari jauh2 hari”
Dan apa boleh buat, aku pilih kue yang sudah
sedia disitu. Setelah selesai aku pergi kembali ke tempat kerja, melihat jam
sudah pukul 13:30 aku buru-buru pergi ke sekolah dia.
Sesampainya disana aku kebingungan.
“ini kue mau di apain”
“ah ke satpam aja kali yak suruh di kelas dia
in terus taro di meja nya”
“kan masa aja nur ke kelasnya tiba-tiba dan
nyimpen di meja nya terus langsung pulang”
Dilema. Ga lama dari situ ada salah satu teman
perempuan yang 1 kelas sama dia.
Nah aku panggilah dia
“temen sekelas er ya?”
“iya teh”
“boleh minta tolong?”
“minta tolong apa?”
“bisa simpen ini di meja nya er?”
“ini apa teh? Kue ulang tahun? Emangnya er
ultah ya skrg?”
“hehe iya, kemarin ultahnya”
“oh gitu, yaudah ayo sama teteh aja ke kelasnya”
“hah? Malu ga? Ada siapa?”
“biasa ada temen-temen sekelas, ga usah malu teh
kan udah pada kenal teteh”
“ih si er?”
“dia lagi di lab masih lama keluarnya juga”
“oh gitu, yaudah ayo”
Kita pun jalan menuju kelasnya. Tiba disana,
aku kebingungan masuk ke kelasnya gimana? Harus lewat lab? Nanti er liat. Duh udahlah
serba salah dari sana, dan akhirnya teman-temannya ikut membantu mereka semua
melakukan segala macam cara supaya aku masuk ke kelasnya tanpa diketahui oleh
er. Dan tibalah aku di kelasnya haha banyak sekali teman-temannya. Rasa malu
ada, tapi lenyap begitu saja. Yang ada di kepala uh gimana nanti waktu er
datang ke kelas. Segala macem rasa udah kerasa, panas dingin, getar, dek.dekan,
dan segalanya.
“ih aku pulang yaa kalian aja yang ngasih kue
nya”
“ih teteh mah apaaan gitu ga sureprise dong”
“ih gapapa biarin biar dia tau ini dari kalian”
“ih ga mau emangnya kita gay”
“ih aku pulang yaa ah”
“ih jangan teteh”
“nanti er gasuka aku ada disini”
“enga ga bakalan gitu”
“kata siapa? Aku takut er ngira aku macem-macem
kesini tiba-tiba ngasih kue, emangnya aku siapanya dia”
“emang teteh siapanya er?”
“emang teteh siapanya er?”
pertanyaan yang membuatku ingin rasanya terjun
dari sana
malu dengan pertanyaan itu.
“makanya kita nungguin teteh disini, kalo teteh
bukan siapa2 nya dia mah”
Selang 1 jam dengan sangat cemas aku menunggu. Perasaan
takut dan segala hal bercampur.
Tak lama dari itu, temannya tiba-tiba memasuki
kelas dan mengatakan
“teh udah beres tuh dia nya”
“hah iya tah? Yaudah aku pulang”
“ih teteh mahpan kata teteh juga garing, jadi
kalo teteh pulang garing”
“ih gimana atuh? *panik*
Dan tada dia masuk ke kelas, aku sembunyi di
dekat pintu masuk kelas.
Dia melihatku. Dan setelah itu,
“hehe garing ya yaudah aku pulang ya”
Dia menahan ku dan mengatakan
“ih jangan atuh, tiup lilin sama potong kue nya
dulu sama teteh”
Entahlah ya disana agak sedikit teriris waktu
dia bilang “teteh” :’D karena dari dulu aku tidak suka di panggil itu.
Lalu ya kita pun tiup lilin potong kue, dia
menyuapi aku kue dan singkatnya kita pulang.
Sebenarnya masih sangat panjang cerita di tgl
18 november ini,dari mulai perjalanan pulang hingga tiba di rumah, dia chat dan
sampai berujung kakak adek zone. tapi
aku tak mau berpanjang lebar menceritakannya, ada beberapa faktor yang
membuatku tak menceritakannya semua.
25 November 2015
Sudah 1 minggu peristiwa 18 november kemarin. Sebelumnya
aku menguatkan diri untuk tidak rapuh. 1 hari setelah kita bertemu, aku
menguatkan diri dengan kata-kata dia semalam yang terucap kepadaku. Yang intinya
hanya kakak dan adik zone. Aku mengerti, amat mengerti tentang posisiku dan
posisi dia. Tapi itu hal klasik. Sangat klasik. Entahlah aku harus percaya
ataupun tidak. Kurang lebih 1 minggu aku mulai memakai topeng andalanku. Yang tiba-tiba
sering tertawa dengan lelucon sederhana. Tertawa ku yang beda dari sebelumnya,
keras. Padahal itu hanya lelucon sederhana. Bahkan orang yang sama-sama
mendengar lelucon itu tak setertawa aku. Entahlah. Sebenarnya perih. Tapi aku
menguatkan diri sendiri, memberi semangat untuk diriku sendiri. Ingin sekali
rasanya aku mengatakan kepada semua orang bahwa aku saat itu sedang rapuh,
butuh pundak dan ingin di dengarkan tanpa ada komentar apapun. Tapi aku
menahannya dan sebaik-baiknya bercerita, hanya kepada sang Penguasa.
Dan tiba hari ini, aku kembali yang dimana fase
ini akan selalu ku temui dalam proses ini. Rindu. Sudah 1 minggu berlalu, dan
nyatanya aku belum bisa melenyapkan kamu dalam pikiranku maupun hati. Aku hanya
terbiasa dengan tak ada sapaan dari mu lewat bbm. Selebihnya aku blm terbiasa
untuk tidak memikirkan kamu. Mungkin lambat laun atau pada suatu hari nanti aku
pun akn terbiasa dengan tidak memikirkan kamu. Mungkin. Karena kata mungkin
tidak di percaya akan kebenarannya. Ah sudahlah.
Sore hari ini aku membuka salah satu akun sosial
media, facebook. Entahlah tanganku gatal sekali hatiku pun gatal, ingin
melihat-lihat kembali tentang kamu dan masa lalumu. Dan lagi lagi aku menetes. Banyak
sekali pertanyaan-pertanyaan yang tiba-tiba muncul. Sebenarnya aku ingin
menanyakan banyak hal, banyak sekali. Tapi, sudah terlambat. Impianku duduk
berdua, membahas masalalu masing-masing
sembari tertawa bergurau dengan humor humor kecil, kandas. juga impianku menemanimu, selalu ada di belakangmu, yang selalu memberikan semangat, semua kandas.
Apa kamu tau? Dulu sebelum aku mengenalmu, 2
orang di masa lalumu tak pernah akur denganku. Kita tak pernah ada hubungan
yang baik seperti halnya kakak kelas dan adik kelas biasanya. Kita pernah
saling melontarkan argumen dan perinsip yang berbeda. Coba kamu tanya 2 orang
di masa lalumu itu. Kau tanya pernah ada cerita apa tentang aku dengan mereka.
Maka dari itu sampai sekarang aku tak menyangka
bisa berkenal denganmu, pernah memerhatikan satu sama lain. Karena aku tak pernah
berpikir atau membayangkan sebelumnya bisa berkenalan dengan mu, chatting, atau
sekedar say hey. Ya memang aku mengenalmu, tapi hanya sekilas, aku hanya tahu
kamu adik kelasku, sudah. Tanpa memikirkan nantinya aku akan seperti apa dengan
kamu. Karena waktu itu pikiranku agak sedikit negatif tentangmu. Ya gimana aku
ga berpikir yang engga-engga soal kamu. Penampilan kamu dulu tak seperti
sekarang, terlebih aku melihat teman-temanmu. Dulu kamu tak terlalu dekat
dengan teman sekelasmu, yang ku lihat dulu kamu hanya dekat dengan kelas lain. tapi,
entahlah sekarang se akan-akan pikiran-pikiranku dulu tentangmu menghilang. Mungkin tertutup dengan rasaku.
Aku perempuan yang tak bisa mudah begitu saja
menggantimu atau melupakan.
Kamu sedang bersanding dengan si penunggu.
Kamu pernah dengar cerita “si penunggu yang tak
pernah lelah meski di hajar kalah?”
Itu aku.
Aku punya jutaan langit yang siap menghujanimu.
Aku penasaran dengan cerita akhir nanti.
Dan aku
pun penasaran akan bertahan hingga
berapa bulan kah atau tahunkah aku.
Menutup hati, dan menjaga hati sendirian. Itu kebiasaanku.
Padahal, hati mana yang sedang aku jaga? Hatiku yang sudah menetap untukmu.
Kau
pernah menjadi gemintang Yang terpeta dan berpendar di hatiku. Mungkin masih,
meski perlahan meredup. Di sudut senja kau kantungi mentari, Untuk dirimu sendiri. Kau takut berjalan dalam gelap, Padahal aku takkan melepaskan genggam. Apa yang
membuatmu begitu lirih? Hingga menularkan perih? Bukankah kita bisa saling
mengobati? Daripada saling meracuni? Seperti angin topan yang sekejap Membawaku
terbang sangat tinggi, Terlalu tinggi. Seketika itu pula kau menjatuhkanku..